Cari Blog Ini

Jumat, 04 Juni 2010

Memaknai Manusia Unggul

Dalam perkembangan ilmu management, belakangan sangat santer dikenalkan tentang keunggulan suatu model management. Antara lain Organization Excellence (Vinzent Gaspers) yang mana didalamnya terdapat penggabungan teori-teori management yang dikatakan sebagai teori management kelas dunia saat ini. Yaitu penggabungan teori Balance Scorecard, Six Sigma, Kaizen Blizt, Lean, 5 S dan 6 S sampai dengan Blue Ocean.
Ternyata kehebatan teori Organization Excellence tidak akan bisa efektif dioperasionalkan kalau tidak diikuti dengan Personnel Excellence. Yaitu manusia-manusia pilihan yang bisa mengerti dan memaknai sekaligus menjalankan organisasi tersebut. Manusia-manusi pilihan tersebut adalah manusia yang memiliki keunggulan sesuai bidang dan lingkungannya.

Lalu timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan manusia unggul ?

Ada beberapa pendapat tentang pemaknaan manusia unggul. Ada yang menganggap bahwa manusia unggul adalah manusia yang bisa mengubah sejarah. sejarah adalah biografi manusia besar “history of the world is the biography of the great man.”

Ada juga yang berpedapat bahwa seorang manusia unggul adalah intelektual universal. Ia berpijak pada nilai-nilai universal dan mengubah manusia sejagat. Perubahan yang dilakukan bukan semata-mata karena kemampuan intelektualnya, melainkan lebih banyak karena kemampuan bertindaknya. Manusia unggul adalah “man of actions”, lebih dari “man of thoughts.” Ketika manusia unggul itu bertindak, ia ditanggapi, dibalas, dan disambut oleh masyarakat luas, atau massa yang besar dan setia. “Kita semua mencintai, menghormati dan merunduk pasrah pada manusia di hadapan manusia unggul. Masyarakat ditegakkan di atas pemujaan pahlawan, hero-worship.

Ada juga mengartikan bahwa manusia Unggul adalah orang pintar yang dikategorikan sebagai ilmuwan dan intelektual. Ilmuwan bersifat universal. Ia diterima di mana pun. Newton adalah ilmuwan di Inggris, Jerman, Jepang, hingga di Indonesia, dll. Sedangkan intelektual lebih bersifat lokal. Ia adalah orang yang berhasil menangkap dan memahami realitas bangsanya. Ia memengaruhi bangsanya dengan berpijak pada nilai-nilai yang dianut bangsanya. Sebab itu, Jean Paul Sartre, hanya bisa menjadi intelektual Perancis. Ia tidak cocok di negara lain.

Ada juga pendapat orang jawa dahulu bahwa yang dikatakan manusia unggul adalah manusia yang bisa ing ngarso sung tulodo, ing madyo bangun karso, tutwuri handayani. Yakni manusia universal, apabila ditempatkan di depan, sebagai leader akan bisa memberikan sebagai teladan, pelopor dan motor untuk menggerakkan apa-apa yang ada dipimpinnya. Apabila ditempatkan di level tengah (middle management) akan bisa memperkuat team, menggalang kekuatan team, membentuk team work. Dan apabila ditempatkan di belakang, sebagai pekerja, sebagai masyarakat bawah, akan bisa dengan teguh dan setia untuk mengikuti dan mendukung ketentuan organisasi untuk mencapai visi dan misi organisasi.

Ada juga yang memaknai bahwa manusia unggul diibaratkan sebagai batu berlian, yang mempunyai nilai jual paling tinggi, yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan batu-batu lain, yang dengan jelas akan kelihatan lebih mencorong dari benda-benda lain. Batu berlian bisa ditempatkan dimana saja dan akan membentuk aura yang lebih baik bagi lingkungannya. Seorang wanita yang cantik, apabila memakai berlian maka wanita tersebut akan lebih cantik, lebih anggung dan menambah pesonanya. Batu berlian apabila ditempatkan dilumpur, tetapi tetap akan melihatkan bahwa memang berlian adalah batu yang mulia sehingga akan membuat tertarik manusia-manusia untuk mengambilnya.